Makna Perubahan Pendidikan
(The Meaning of Educational Change)
Oleh:
Fatrica Syafri
A.
Deskripsi
Pembahasan chapter 3 dengan
judul The Meaning of Educational Change, atau makna perubahan
pendidikan. Pada bab ini Fullan memfokuskan pada empat bahasan. Pertama, Permasalahan
Umum dari makna perubahan individu di masyarakat. Kedua, makna subjektif dari
perubahan diantara individu di bidang pendidikan. Ketiga, makna objektif dari
perubahan pendidikan dan keempat, implikasi realitas objektif dan subjektif
untuk memahami perubahan kependidikan.
Dalam makna
subjektif ditemukan, ‘tekanan’ kelas bagi guru dan siswa, sekitar 200.000
pertemuan per tahunnya. tekanan multidimensionalitas dan simultanitas; adaptasi
kondisi selalu berubah atau unpredictability (ketidakmampuan untuk
memperhitungkan apa yang akan terjadi) (Huberman, 1983 & Crandall et. al.,
1982). Dalam makna objektif dinyatakan tiga komponen program atau kebijakan:
(a) materi baru atau revisi, (b) pendekatan pembelajaran dan (c) kepercayaan/keyakinan
(misal, asumsi dan teori yang melandasi suatu program atau kebijakan). Sedangkan
tentang implikasi perubahan pendidikan dikatakan ada enam aspek yang dapat
diamati (a) the soundness dari perubahan yang diusulkan, (b) memahami
kegagalan perubahan yang direncanakan dengan baik, (c) petunjuk untuk memahami
hakekat dan feasibilitas suatu perubahan, (d) realitas status-quo, (e)
kedalaman perubahan dan (e) pertanyaan tentang penilaian. Hal ini akan penulis
jelaskan lebih lanjut.
1.
Permasalahan
Umum dari makna perubahan pendidikan
Pengalaman-pengalaman baru pada
awalnya selalu bereaksi dalam konteks susunan realitas yang bisa dianggap
“familiar” dimana orang harus mampu menyertakan tujuan pribadi terhadap
pengalaman tanpa memperhitungkan betapa bermaknanya hal tersebut terhadap yang
lainnya. Marries tidak menganggap “dorongan konservatif” ini tidak sesuai
dengan perkembangannya: “Tampaknya dorongan konservatif adalah untuk
mengkonsolidasikan kemampuan dan pelengkapnya, dimana jaminan kepemilikan
menentukan jaminan untuk menguasai sesuatu yang baru.”
Perubahan bisa terjadi karena
dipaksakan atas kita (melalui peristiwa alamiah atau perubahan yang disengaja)
ataupun karena kita secara sukarela turut serta dalam atau bahkan memprakarsai
perubahan ketika kita mendapati ketidakpuasan, ketidakkonsistenan atau
ketidaktoleransian pada keadaan yang sekarang (pembahasan pada chapter II
sources of educational change). Di salah satu kasus, makna perubahan akan
jarang tampak pada permulaan dan ambivalensinya akan meliputi transisinya.
Inovasi apapun “tidak dapat diasimilasikan kecuali apabila tujuannya terbagi”
(Marris, h. 121, di buku edisi bahasa Italia).
Toffler (1970, 1980) juga mempopulerkan
beberapa aspek dari fenomena terhadap kegelisahan, tekanan dan berlebihannya
informasi, sebagai suatu akibat dari perubahan yang cepat dan tidak menentu.
Masa depan mungkin tidak terjadi pada kita, atau mungkin perubahan tidak ada
dimana-mana seperti yang diklaim oleh Toffler, tetapi tidak boleh ragu bahwa
hal tentang perubahan yang sebenarnya benar-benar ada dalam pendidikan dan
dimana-mana, dan ketika muncul memperlihatkan pengaruhnya dalam pengertian
kejutan di masa depan.
Implikasi gagasan-gagasan dan
prinsip-prinsip yang digambarkan oleh Marris, Toffler dan yang lainnya sangat
diperhatikan dalam hubungannya dengan pemahaman kita terhadap perubahan
kependidikan dalam dua pengertian – yang satu berhubungan dengan tujuan
perubahan, dan yang lain mengenai proses perubahan tersebut.
Pokok dari bagian ini adalah bahwa
perubahan yang sesungguhnya, entah itu diinginkan atau tidak, entah itu
mengikuti kesengajaan atau dipaksakan, menunjukkan pengalaman kolektif dan
pribadi yang serius yang dicirikan dengan ambivalensi dan ketidaktentuan, dan
apabila perubahan terjadi dapat menimbulkan adanya pengertian penguasaan, penyelesaian,
dan perkembangan professional (sebagai contoh lihat studi kasus Huberman pada
1981). Kegelisahan terhadap ketidaktentuan dan kesenangan terhadap penguasaan
merupakan pokok tujuan subjektif dari perubahan kependidikan, serta terhadap
kegagalan atau keberhasilannya – kenyataan belum pernah diakui atau dinilai
dalam sebagian besar upaya pada pembaharuan.
2.
Makna
subjektif dari perubahan pendidikan
realitas subjektif kegiatan harian
para guru dijelaskan oleh Jackson (1968), Smith dan Geoffrey (1968), Lortie
(1975), House dan Lapan (1978) dan Huberman (1980). Penjelasannya adalah bahwa
para guru terbawa pada pola pengajaran ‘budaya teknis’ guru ragu-ragu tentang
bagaimana mempengaruhi siswanya, khususnya tentang tujuan non kognitif, dan
bahkan para guru ragu apakah yang disampaikan memiliki pengaruhnya. Sedangkan
para siswa merupakan gabungan individu-individu yang dipengaruhi oleh kekuatan yang berbeda
dan beragam yang tidak mungkin digeneralisasikan. keputusan pembelajaran
seringkali dibuat berdasarkan alasan pragmatis mencoba dan gagal, dengan
sedikit kesempatan untuk merefleksikan atau berpikir secara rasional, para guru
harus menghadapi kekacauan harian yang konstan, dalam kelas pada waktu
menyelesaikan konflik antarpersonal dan disiplin, dan dari luar lingkungan
kelas dalam mengumpulkan uang dari perlombaan-perlombaan sekolah, membuat
pengumuman, berhadapan dengan kepala sekolah, orang tua, staff kantor pusat,
dll. Para guru harus melewati pekerjaan harian yang berat dan membosankan
dengan upah mendapatkan sedikit hari-hari yang menyenangkan, menjalankan
kurikulum, menyampaikan keseluruhan pelajaran, memiliki pengaruh kepada satu
atau dua pribadi siswa.
Penelitian yang lain terhadap upaya
perubahan menunjukkan bahwa tidak semua guru mengalami kenyamanan. Baik Gross
et.al (1971) dan Charters dan Pellegrin (1973) dalam penelitian mereka terhadap
empat kasus dari susunan kepegawaian yang berbeda (yang terkenal hanya dua dari
sekian banyak penelitian) menemukan bahwa para guru menerima mandat (perintah)
untuk dilaksanakan kepada siswa dalam keadaan merasa kacau, frustasi, gelisah
dan berusaha agar tidak tertinggal. Tetapi, para guru harus percaya dengan
melaksanakan inovasi karena inovasi adalah acts of Faith, akan berguna
dan berhasil walaupun, hasil tidak segera terlihat (House, 1974).
3.
Makna
objektif dari perubahan pendidikan
Orang-orang tidak memahami sifat atau
percabangan dari sebagian besar perubahan kependidikan. Mereka menjadi terlibat
dalam perubahan secara sukarela maupun tidak. Secara subjektif aspek-aspek yang
berbeda ini dialami secara menyeluruh, dengan cara yang membingungkan.
Seringkali perubahan tidak tersusun atas hal-hal yang multidimensional. Secara
objektif, menjadi mungkin untuk mengklarifikasi tujuan sebuah perubahan
kependidikan dengan mengidentifikasi dan menggambarkan dimensi-dimensi utamanya
secara terpisah. Ketidaktahuan terhadap dimensi-dimensi ini menjelaskan
sejumlah fenomena yang menarik dalam bidang perubahan kependidikan: sebagai
contoh, mengapa orang menerima suatu inovasi yang mereka tidak pahami, mengapa
sebagian aspek dari suatu perubahan diimplementasikan sedangkan yang lainnya
tidak; dan mengapa strategi perubahan mengabaikan komponen-komponen inti
tertentu. Menurut Schutz, Beeger & Luckmann Konsep realitas objektif ini rumit.
Kesulitannya adalah bahwa perubahan
kependidikan bukan entitas tunggal. Merupakan sebuah multidimensi tingkat
tertentu. Terdapat setidaknya tiga komponen atau dimensi yang diungkapkan dalam
mengimplementasikan kebijakan atau program baru: (1) kemungkinan digunakannya
materi yang diperbaiki atau baru (sumber instruksional langsung seperti
teknologi atau materi kurikulum), (2) kemungkinan digunakannya pendekatan
pengajaran baru (yaitu aktifitas atau strategi pengajaran baru), dan (3)
kemungkinan berubahnya keyakinan (yaitu teori dan asumsi kependidikan yang
mendasari program atau kebijakan baru tertentu).
Dalam mengambil perubahan
kependidikan yang lain untuk menggambarkan signifikansi perubahan dimensi yang
berbeda. Hampir setiap program mengubah bagian atau menyatakan ketiga aspek,
entah menunjuknya pada seni, bahasa, penelitian sosial, karir pendidikan,
penggunaan mikrokomputer, Program Lanjutan atau Pionir, pendidikan khusus dan
sebagainya. Intinya adalah bahwa program perubahan pendidikan memiliki realita
objektif yang mungkin lebih atau kurang dapat didefinisikan dalam pengertian
apa yang diyakini, praktik pengajaran, dan sumber yang tercakup. Inovasi yang
merupakan seperangkat sumber dan materi adalah aspek yang paling terlihat dari
perubahan, dan yang termudah adalah memanfaatkannya, tetapi hanya secara
literal.
Singkatnya, tujuan mengetahui
realita objektif dari perubahan terletak pada pengakuan pada program dan
kebijakan baru di “luar sana” dan bahwa mungkin lebih atau kurang spesifik
dalam pengertian terhadap apa yang dilibatkan untuk materi perubahannya,
praktik pengajaran dan keyakinan. Kegentingan yang sebenarnya terjadi pada
hubungan antara kebijakan-kebijakan atau program-program baru dan ribuan
realitas subjektif yang tertanam dalam konteks organisasional dan kepribadian
orang serta sejarah perorangannya. Bagaimana realitas subjektif ini ditunjukkan
atau diabaikan adalah krusial supaya perubahan potensial menjadi bermanfaat
pada tingkat keefektifan dan penggunaan individu. Mungkin cukup baik dengan
mengulang bahwa perubahan dalam praktik actual sehubungan dengan ketiga dimensi
– secara materi, pendekatan pengajaran, keyakinan – apa yang orang-orang
pikirkan dan lakukan – menentukan hasil perubahan.
4.
Implikasi
realitas objektif dan subjektif
Implikasi objektif dan subjektif dari
pengimplementasian perubahan yang sebenarnya, tidak ada cara lain yang bahkan
suatu bagian dari perubahan yang sedemikian jelas bisa diimplementasikan. Seluruh
program yang baru mungkin tidak sepenuhnya diimplementasikan, dan tidak dapat
dikembangkan pada poin yang menjadi berguna. Dan apabila demikian, mungkin
didapati bahwa sebagian tidak wajar, gagasan yang tidak ada gunanya pada urutan
yang pertama. Nasehat yang baik untuk memelihara kesehatan berpikir ketika
perubahan tampak tidak dapat dipahami. Pembicaraan yang aneh atau strategi yang
berubah? Terkadang sulit untuk melihat perbedaannya.
Versi yang kedua tentang
ketidakotentikan perubahan berhubungan dengan kebijakan atau program baru yang
sungguh-sungguh diharapkan, dan secara naïf diadopsi, oleh para penirunya yang
tidak menyadari dan mungkin tidak pernah menyadari implikasinya. Fenomena ini
diperhitungkan untuk kejelasan yang keliru dalam Goodlad dan Klein’s (1970)
yang menemukan bahwa para guru menganggap mereka menggunakan pendekatan yang
baru tetapi sebenarnya tidak; juga diperhatikan pada observasi Sarason tentang
tendensi, dimana sejumlah besar orang mendukung sebuah inovasi karena tingkat
persetujuan tanpa menyadari perubahan spesifik apa yang mungkin terlibat.
Dengan mengetahui dimensi objektif dan subjektif perubahan membantu kita untuk
memahami peristiwa ini.
Ketiga, dimensi objektif dapat dan
telah digunakan untuk menganalisa perubahan yang terjadi dengan tujuan untuk
memahami bentuk dan seberapa mudah dan diinginkannya perubahan tersebut (lihat
Leithwood, 1981). Sebagai contoh, mungkin kita menguji sebuah perubahan
kurikulum tertentu atau arah dan menemukan bahwa (a) tujuannya spesifik dan
jelas, tetapi tujuan implementasinya samar-samar, atau (b) kepercayaan dan
tujuannya abstrak, samar-samar dan tidak berhubungan dengan dimensi lain
(misalnya, strategi pengajaran), atau (c) jumlah perubahan yang tercakup
(misalnya jumlah aktivitas perubahan yang berbeda) meliputi atau membingungkan
ketika terjadi secara bersamaan. Analisis yang demikian bisa mengarah pada satu
dari sejumlah kesimpulan apapun – perubahan yang dikemukakan tanpa harapan
membingungkan; perubahan yang dikemukakan terlalu masuk akal (misalnya
preskriptif); perubahan memiliki banyak kemungkinan tetapi perlu perkembangan
lebih lanjut dan atau sumber-sumber selama implementasinya, dan jika tidak
tersedia maka tugas selanjutnya akan tidak mudah.
Keempat, dan berhubungan dengan poin
ketiga, analisa aspek objektif dan subjektif bisa sangat berguna untuk
perencanaan efektif dan lebih spesifik terhadap perubahan yang kita inginkan.
Entah perubahan itu dipilih sendiri atau eksternal, jika kita mengetahui dimana
keberadaan kita saat ini dalam hubungannya dengan suatu program perubahan atau
kebijakan tertentu, kita dapat mengembangkan rencana yang ditujukan pada
dimensi yang berbeda dalam upaya membahas tentang perubahan spesifik dalam
praktik.
Kelima, status quo penuh dengan
kekukuhan yang menyisakan sedikit ruang untuk perubahan. Kita harus memahami
eksistensi realitas dari peserta yang besar dalam hubungannya dengan kemudahan
perubahan apapun. Pada Bagian II dan III kita akan melihat bahwa memahami
realita yang berbeda dari kelompok utama menjadi jalan panjang untuk
menjelaskan gambaran keseluruhannya; yaitu, jumlah keseluruhan tujuan subjektif
yang menyediakan suatu gambaran yang lebih komprehensif dari perubahan
kependudukan secara keseluruhan.
Keenam, perubahan yang terjadi bisa
sangat mendalam, bertentangan dengan inti keyakinan dan kemampuan yang
dipelajari dan konsepsi pendidikan, menciptakan keraguan tentang tujuan,
pengertian kompetensi, dan konsep diri. Jika permasalahan ini diabaikan atau
terlalu jelas, perubahan yang dangkal akan terjadi dengan sangat baik; paling
buruk, orang akan mundur untuk melindungi diri, tanpa mempertimbangkan menolak
semua perubahan yang diajukan. Bahkan perubahan yang tampaknya tidak kompleks
bagi promotor perubahan dapat menimbulkan banyak keraguan dan ketidakpastian
pada mereka yang tidak familiar dengan bagian ini.
Tetapi pertanyaannya sekarang:
bagaimana kita mengetahui bila perubahan tertentu itu berharga, dan siapa yang
memutuskan? Sarason dan Doris (1979, h.361) memberikan beberapa indikasi kesulitan
dan tentu saja ketidakmungkinan yang akan muncul dengan jawaban yang pasti:
Praktik dan kebiasaan institusional merupakan pertahanan
yang efektif untuk kekuatan perubahan dan memiliki fitur-fitur yang baik maupun
buruk, dengan mudah kita lupa. Di satu pihak, kita tidak ingin institusi kita
berubah sebagai jawaban setiap idea tau mode yang baru dan di sisi lain, kita
tidak ingin mereka secara membabi buta mempertahankan status quo. Sehubungan
dengan tendensi, maka seseorang akan cenderung untuk menentang sebagaimana hal
yang lain dengan sikap kuno. Jika seseorang bertentangan dalam hal tendensinya,
maka akan cenderung untuk memandangnya sebagai upaya salah yang lain yang lebih
lanjut memperkecil kualitas pendidikan setiap orang.
Jawaban singkatnya adalah bahwa suatu
perubahan itu baik tergantung pada penilaian seseorang, entah diimplementasikan
atau tidak, dan dengan konsekuensi apa. Sebagian orang secara membabi buta
mendukung perubahan tertentu yang mereka nilai, melupakan pertanyaan tentang
implementasi dan konsekuensinya. Yang lainnya tidak pasti tentang nilai
perubahan karena mereka hanya terlalu menyadari kurang jelasnya dan ketidakpastian
yang menyerap transisi dari penilaian tujuan, untuk ditiru melalui
implementasi, pada hasilnya.
Sejauh ini dalam
permasalahan tentang tujuan dalam hubungannya dengan apa yang terkandung dalam
inovasi. Fullan menyimpulkan bahwa individu menjadi jelas tentang praktik
pendidikan baru yang mereka inginkan (dan/ atau orang lain yang
menginginkannya) untuk diimplementasikan.
B.
Interpretasi
Pada bagian ini penulis akan
menginterpretasikan beberapa hal penting berkaitan dengan deskripsi di atas. Perubahan
pendidikan secara teknis sederhana dan secara sosial kompleks. Pada dasarnya
ketika berbicara tentang makna perubahan (meaning of change) atau makna perubahan pendidikan, berarti
pembicaraan yang melibatkan beberapa unsur yang terkait secara kompleks, atau
dengan kata lain perubahan dalam organisasi apapun termasuk sekolah tidak akan
dapat menghasilkan perubahan “maksimal” apabila hanya berpikir, bertindak dan
melakukan kebijakan dalam satu aspek saja. Oleh
karena itu perubahan dalam pendidikan akan melibatkan, atau
memperhatikan aspek-aspek utama dan pendukung. Misalnya, tujuan perubahan,
siapa yang seharusnya melakukan perubahan, materi apa yang harus diubah,
bagaimana kesiapan lingkungan dimana perubahan itu akan terjadi.
Guru dan siswa terlalu dibingungkan
oleh sekolompok masalah-masalah lain untuk memberi perhatian lebih banyak
terhadap seluruh kehebohan. Apakah yang harus dilakukan oleh sekolah? Apa yang
harus dilakukan sekolah merupakan suatu pertanyaan rumit. Bagaimanapun, tujuan
pendukung dapat diidentifikasikan.
Setidaknya terdapat dua tujuan utama dari sekolah: untuk mendidik siswa dalam
berbagai macam keterempailan dan pengetahuan akademis atau kognitif, dan untuk
mendidikan siswa dalam pengembangan keterampilan dan pengetahuan individual dan
sosial yang diperlukan untuk melekasanakan fungsi sosialnya di dalam
masyarakat.
Untuk apakah dilakukan perubahan?
Secara teori, tujuan dari perubahan pendidikan secara perkiraan untuk membantu
sekolah-sekolah mencapai tujuannya secara lebih efektif melalui penempatan
sejumlah program atau praktik yang lebih baik. Dalam buku ini diikuti dengan
istilah apa, bagaimana perubahan pendidikan memperbaiki sekolah. Perubahan demi
perubahan tidak akan membantu. Program baru pun tidak membuat suatu perubahan,
membantu memperbaiki situasi, atau membuat keadaan lebih buruk. Hubungan antara
perubahan dan kemajuan, menggunakan pencapaian dalam domain kognitif/akademik
dan pengembangan sosial sebagai kriteria, dapat lebih memberi kekuatan. Sifat perubahan pendidikan dan sosial
pertama-tama harus dipahami dalam istilah sumber dan tujuan perubahan.
Sumber-sumber peruban dapat datang dari tekanan eksternal dan internal
(pembahasan pada bab II Sources of Educational Change).
Pada pembahasan ini Fullan
menjelaskan Tugas pertama adalah untuk mempertimbangkan masalah general dari
makna perubahan individual dalam keluasan masyarakat, bukan sebagai membatasi
pendidikan. Kedua, penguraian pada makna subjektif dari perubahan diantara
individu-individu dalam bidang pendidikan. Ketiga, pengorganisasian ide-ide
lebih komprehensif untuk memunculkan pada suatu deskripsi dari makna objektif
dari perubahan, yang secara lebih formal mengupayakan untuk membuat pengertian
dari komponen-komponen perubahan pendidikan. Keempat, menguraikan pada
implikasi dari realita subjektif dan objektif dari pemahaman perubahan
pendidikan.
C.
Evaluasi
Dari hasil deskripsi dan interpretasi
di atas maka dapat dipahami tentang makna perubahan pendidikan. Bab ini
membahas empat sub bahasan (I) Permasalahan Umum dari makna perubahan individu
di masyarakat. (II) makna subjektif dari perubahan di antara individu di bidang
pendidikan. (III) makna objektif dari perubahan pendidikan dan (IV) implikasi realitas objektif dan
subjektif untuk memahami perubahan kependidikan. Pada hakikatnya Fullan
menginginkan adanya perubahan makna pendidikan yang menyeluruh atau kompleks
yang membutuhkan keterlibatan banyak
pihak atau dengan kata lain perubahan tidak hanya terjadi pada lembaga sekolah
saja melainkan perubahan yang diikuti atau berdampak pada perubahan sosial masyarakat.
Menurut penulis pada bab ini dijumpai beberapa kutipan, baik langsung atau
tidak langsung, sehingga terkesan “kurang orisinil” karya Fullan. Adalah wajar
karena pada bab ini baru pengantar secara umum yang belum menjelaskan secara
detail tentang bagaimana idealnya makna perubahan pendidikan itu?.
Pembahasan makna perubahan pendidikan
pada bab ini bukanlah entitas tunggal atau berdiri sendiri yang terlepas dari
hubungan bab sebelum dan sesudahnya, tetapi merupakan bagian kecil dari banyak
penjelasan Fullan dalam bukunya The Meaning of Educational Change. Sehingga
pada penjelasan bab tiga ini akan lebih
jelas karakteristik pembahasannya pada bab empat dan seterusnya. Selanjutnya
apabila dikontekskan dengan kondisi pendidikan di Indonesia, lebih khusus pada
pendidikan anak usia dini (PAUD) analisis yang Fullan kemukakan adalah relevan.
Misalnya dalam hal inovasi kurikulum pendidikan atau pendekatan pengajaran para
guru belum dilibatkan secara baik dan efektif, sehingga terkesan para guru
sebagai bulan-bulanan pihak tertentu (baca: pemerintah), dan diperparah dengan
kurangnya sosialisasi terhadap makna atau tujuan perubahan yang diinginkan.
Dalam kondisi demikian menurut hemat penulis akan berdampak fatal terhadap
upaya mencapai tujuan perubahan atau hanya akan menjadi slogan saja yang sulit
terealisasi.
Namun demikian, idealitas dan
realitas belum tentu berjalan seirama seperti yang diharapkan. Tetapi sedapat
mungkin diupayakan apa yang menjadi tujuan perubahan yaitu melakukan inovasi
dilakukan secara komprehensip dan dilakukan secara maksimal dalam level apapun.
Akhirnya semua dituntut untuk selalu melakukan evaluasi terhadap semua
kebijakan yang ada agar tujuan dari perubahan yang berdampak pada perubahan
sosial masyarakat dapat tercapai. Misalnya kebijakan pemerintah kota Bengkulu
yang menerapkan pendidikan TK merupakan syarat untuk masuk sekolah dasar (SD).
Sehingga bagi yang tidak memiliki “ijazah” TK sulit atau tidak diterima masuk
SD yang berkualitas. Tujuan kebijakan tersebut sebenarnya menginginkan perubahan pendidikan anak kota Bengkulu lebih
berkualitas dari sebelumnya dan itu adalah hal yang positif, tetapi kebijakan
tersebut hanya bersifat politis dan tujuan tersebut hanya keinginan pemerintah
yang belum didukung oleh elemen lain, seperti infrastruktur, SDM, pendekatan
pengajaran maupun keyakinan para guru atau pihak sekolah, bahkan jumlah sekolah
TK yang relatif langkah dan di samping itu biaya sekolah TK yang relatif lebih
mahal.
D.
Rekomendasi
Berdasarkan kajian yang telah
dilakukan maka penulis memberikan rekomendasi sebagai berikut :
1.
Perubahan
dalam pendidikan hendaknya selalu berinovasi sesuai dengan kapasitasnya dan
harus memperhatikan hal-hal berikut. Pertama, karakteristik dari
perubahan, perlu dilihat masalah kebutuhan dan relevansi dari perubahan,
kejelasan, kompleksitas, dan kualitas serta kepraktisan dari program. Kedua,
karakteristik dari tingkat wilayah sekolah, terdiri atas: sejarah dari
upaya-uapaya inovasi, proses adopsi, dukungan dan keterlibatan administratur
pusat, pengembangan dan partisipasi staf, sistem ketepatan waktu dan informasi,
dan karakteristik dewan dan komunitas. Ketiga, karakteristik pada
tingkat sekolah, yang terdiri atas kepala sekolah, hubungan antara guru, dan
karakteristik dan orientasi guru. Keempat, karakteristik eksternal
terhadap sistem lokal, yang terdiri atas peran pemerintah dan bantuan
eksternal.
2.
Makna
perubahan yang kompleks menjadi
perhatian semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan termasuk
masyarakat.
3.
Pembahasan
lebih komprehensip akan didapatkan penjelasannya pada bab atau bagian
selanjutnya dari buku The Meaning of Educational Change karya Michael
Fullan.